Hosting Indonesia
19 November, 2009

Satu lagi acara kuliner muncul di televisi. Namun, yang satu ini tergolong nyeleneh. Pasalnya, masakan yang diburu dan disantap terbuat dari bahan- bahan ”istimewa”, seperti ular, biawak, bulus, dan tikus. Hiii...!

Acara yang ditayangkan Global TV setiap Kamis pukul 22.30 ini bernama Extreme Kuliner. Sebagaimana acara kuliner lainnya, Extreme Kuliner mencoba memperkenalkan khazanah makanan di Indonesia. Hanya saja, makanan yang diperkenalkan adalah makanan yang tidak lazim disantap oleh mayoritas masyarakat di Indonesia.

Extreme Kuliner, misalnya, meliput sebuah restoran di Yogyakarta yang menyediakan burger ular kobra, sop bulus, dan tumis kobra lada hitam. Acara ini juga pernah memperkenalkan oseng-oseng sejenis larva serangga tanah yang biasa disantap warga Lombok (NTB), botok sarang tawon yang disantap warga Kediri (Jatim), dan tikus hutan rica-rica yang dikonsumsi warga Manado (Sulut).

Pembawa acara Extreme Kuliner, Miea Kusuma, biasanya akan mengajak penonton untuk menyaksikan bagaimana bahan- bahan tak lazim itu diolah menjadi masakan. Pada episode-episode awal, proses ”pembantaian” binatang-binatang itu pun diperlihatkan. Namun, adegan mengerikan itu kini jauh berkurang.

Setelah masakan itu matang, Miea Kusuma mencicipinya. Kemudian, dia menceritakan bagaimana rasanya dan bagaimana deg-degannya menyantap makanan tak lazim itu. ”Rasanya agak pahit,” ujar Miea ketika menceritakan rasa sop bulus.

Proses mencicipi makanan tak lazim itu tidak selalu sukses. Pada sebuah episode, Miea tampak menahan mual setelah menyantap oseng-oseng larva serangga tanah. ”Maaf ya Pak, saya tidak bisa mencicipi lagi. Bapak saja yang menghabiskan,” kata Miea kepada orang yang menyajikan makanan tersebut.

Pria yang diajak bicara Miea, tetap menyorongkan piring berisi oseng-oseng serangga tanah sambil mengatakan, ”Enak kok. Coba lagi ya.”

Mengerikan? Bagi sebagian orang, ya. Mungkin membayangkan menyantap makanan tersebut saja orang bisa bergidik. Namun, inilah kenyataan. Bahan- bahan tak lazim itu memang benar-benar dikonsumsi oleh sebagian masyarakat kita.

Manajer Produksi Global TV, Benni Bahow, mengatakan, acara ini terinspirasi dengan keberadaan sebuah pasar di Tomohon, Sulut, yang menjual berbagai daging mulai dari sapi, babi, anjing, tikus, hingga ular piton. ”Setelah kami melihat pasar itu, kami merancang acara Extreme Kuliner,” ujarnya, Kamis (17/4).

Benni mengatakan, pihaknya sengaja menamakan acara itu Extreme Kuliner karena butuh keberanian bagi kebanyakan orang untuk mencicipi makanan tersebut. ”Makanya, kami juga memperlihatkan bagaimana pembawa acara juga mual-mual ketika harus mencicipi makanan ekstrem,” katanya.

Benni mengakui, acara itu sempat menuai kontroversi, sebab tidak semua masyarakat di Indonesia bisa menerima makanan-makanan tidak lazim seperti itu. Karena itu, pihaknya memberikan sejumlah batasan. ”Kami tidak akan menampilkan makanan yang bersinggungan dengan agama tertentu,” ujarnya.

Dia menceritakan, pihaknya sebenarnya pernah membuat liputan tentang kebiasaan masyarakat di daerah tertentu memakan daging kucing. Namun, acara itu tak ditayangkan karena sebagian besar masyarakat Indonesia kemungkinan akan menolaknya. Riset Sebagai sebuah tayangan, Extreme Kuliner cukup menarik. Setidaknya, acara ini menginformasikan pemirsa khazanah kuliner ”istimewa” yang hidup di Tanah Air.

Sayangnya, acara ini tampaknya tidak didukung dengan riset yang memadai. Bisa dikatakan, Extreme Kuliner nyaris sama dengan liputan-liputan kuliner lainnya. Pembawa acara akan mengajak pemirsa untuk mengunjungi daerah tertentu dan berburu masakan khas. Bedanya hanyalah pada Extreme Kuliner masakan yang diburu adalah masakan tidak lazim.

Penonton tidak mendapat penjelasan mengapa makanan- makanan tak lazim itu dikonsumsi? Bagaimana asal mulanya? Bagaimana prosesnya sehingga makanan tak lazim itu diterima secara sosial dan budaya di komunitas tertentu? Jika pertanyaan-pertanyaan itu bisa dijawab Extreme Kuliner, acara ini berpotensi menjadi acara dokumentasi yang sangat menarik.

Benni mengakui, Extreme Kuliner memang belum digarap secara serius. ”Kami belum memiliki dana dan waktu yang cukup untuk menggarap acara ini lebih serius. Untuk episode selanjutnya, lanjut Benni, pihaknya akan mencoba mengubah format Extreme Kuliner dari liputan petualangan menjadi dokumentasi. ”Kami akan meliput makanan- makanan ekstrem di China,” katanya.

Anda mau mencicipi?

Sumber : Kompas

0 comments:

Posting Komentar